Wow, Nilai Belanja Produk Halal Indonesia Rp 2.000 Triliun Per Tahun

Jakarta- (09/04/23)- Indonesia memiliki populasi Muslim terbesar di dunia. Sekitar 11 persen dari 2 miliar umat Islam dunia berada di Tanah Air. Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) menyebut nilai belanja produk halal dari umat Islam dunia diperkirakan hampir 2 triliun dolar AS (sekitar Rp 29,8 kuadriliun).

Lalu, berapa nilai belanja Muslim di Indonesia? Kepala BPJPH M Aqil Irham mengatakan, nilainya cukup besar. “Belanja penduduk Muslim Indonesia 135 miliar dolar AS (sekitar Rp 2 kuadriliun) per tahun,” kata Aqil dalam acara Talkshow Republika Ramadhan Festival bertajuk “Halal Entrepreneurship, Concept, and Opportunities” di Masjid Istiqlal Jakarta, Ahad (9/4/2023).

Aqil mengatakan, nilai belanja produk halal itu berasal dari makanan, minuman, atau pakaian. Adapun dari sisi bisnis, Indonesia memiliki peluang untuk menjadi produsen atau pelaku usaha halal di bidang makanan, minuman, atau modest wear (busana Muslim). BPJPH mengatakan, Indonesia memiliki jumlah produk halal yang semakin lama semakin meningkat.

Aqil mengatakan, produk makanan halal Indonesia berada di peringkat 10 besar di dunia. Pada 2022, peringkat Indonesia naik dari empat menjadi dua besar terbanyak. Indonesia hanya kalah dari Malaysia untuk makanan dan minuman halal. Untuk modest wear, Indonesia berada di peringkat ketiga besar, setelah Turki dan Uni Emirat Arab.

Aqil mengajak produsen dan pelaku industri halal untuk terus meningkatkan kapasitas produk di Indonesia. “Kita perlu tingkatkan kapasitas produksi agar bisa menjadi pusat industri halal,” ujar Aqil.

Indonesia adalah satu-satunya negara di dunia yang mewajibkan semua produk-produknya memiliki sertifikat halal. Padahal, Aqil mengatakan, tidak ada satu pun negara di dunia yang mewajibkan produk-produknya halal seperti di indonesia.

Kini, kewajiban sertifikasi halal sudah diberlakukan oleh pemerintah untuk jasa penyembelihan. Karena itu, konsumen bisa memastikan makanan dari daging dan unggas, seperti sop kambing, soto ayam, dan rawon, mengenai daging hewannya sudah bersetifikat halal atau belum. “Bukan hanya binatangnya yang dianggap halal, tapi penyembelihannya sudah sesuai syariah Islam atau belum,” kata dia.

Kemudian, produk kosmetik, obat, dan barang gunaan diwajibkan memiliki sertifikat mulai Oktober 2021. Kosmetik merupakan produk yang digunakan dari bayi hingga orang tua.

“Sabun, sikat gigi, minyak wangi, pastikan sudah halal. Barang gunaan, misal ikat pinggang kulit, pastikan bukan dari binatang haram,” ujar Aqil.

Terkait proses sertifikasi, Aqil mengatakan, proses mengurus sertifikat halal sangat mudah dan cepat. BPJPH tak menampik bahwa tata cara mengurus sertifikat halal menjadi isu yang ramai dibahas di masyarakat.

Aqil mengatakan, seluruh proses pengurusan sertifikat halal sudah dilakukan secara digital. “Kita sudah lakukan perubahan pelayanan ke pelaku usaha, semua berbasis elektronik,” kata Aqil.

BPJPH sudah tidak menerima pendaftaran secara langsung atau dengan berkas fisik. Menurut dia, proses digitalisasi merupakan upaya memudahkan agar lebih cepat dan mudah. Kemudian, BPJPH sudah melibatkan banyak “aktor” sebagai lembaga pemeriksa halal (LPH) yang bertugas melakukan pemeriksaan halal.

“Sekarang lembaga pemeriksaan halal ada 48 yang tersebar di seluruh Indonesia, bisa ormas (organisasi masyarakat), perguruan tinggi, pemerintah, BUMN. Sebelumnya hanya tiga,” ujar Aqil.

BPJPH menjelaskan, jumlah LPH yang banyak bertujuan memudahkan pelaku usaha mengurus sertifikat halal. “Kalau hanya tiga dan di Jakarta maka itu menyulitkan yang di daerah,” kata dia.

Aqil meyakini, jika LPH ada banyak di daerah, itu akan memudahkan produsen mengurus sertifikat halal. Ada dua skema pendaftaran halal, yaitu reguler dan UMKM (gratis). “Waktunya memang kita persingkat. Kalau reguler, biasanya 21 hari, tapi kita masih 30 hari,” ujar dia. Proses pendaftaran sertifikat halal dapat dilakukan melalui laman www.halal.go.id.

Tingkatkan literasi

Deputi Direktur Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah Bank Indonesia (BI) M Irfan Sukarna mengatakan, Indonesia akan terus memperkuat pembangunan ekonomi dan keuangan syariah untuk menjadi pemain utama di sektor ekonomi berbasis syariah. Survei Bank Indonesia tahun 2022 menyebutkan, indeks literasi ekonomi dan keuangan syariah nasional baru mencapai 23,3 persen.

“Artinya, dari 100 Muslim, baru 23 persen yang paham dengan ekonomi syariah. Oleh karenanya, Wakil Presiden RI Ma’ruf Amin menargetkan angka literasi ekonomi syariah 50 persen untuk dua tahun ke depan,” ujar Irfan.

Untuk mewujudkan itu, semua pihak perlu bekerja keras melalui edukasi akademis hingga sosialisasi. Upaya tersebut juga perlu dibarengi dengan pemanfaatan teknologi digital guna mencapai target tersebut.

Guna mendorong akselerasi pengembangan ekonomi syariah di tengah tantangan ketidakpastian global, Bank Indonesia menggelar kegiatan Festival Ekonomi Syariah (FESyar) Kawasan Timur Indonesia (KTI) pada Mei 2023. Kemudian, pada bulan Juli juga akan ada FESyar di Provinsi Sumatra.

“Di bulan September akan digelar juga di Surabaya, Jawa Timur, dan puncaknya bulan Oktober akan digelar ISEF (Indonesia Sharia Economic Festival, Red) yang ke-10 di Jakarta,” katanya.

Rangkaian kegiatan terdiri atas Sharia Economic Forum dan Sharia Fair untuk mendukung peningkatan kapasitas dan kapabilitas UMKM syariah melalui showcasing, business matching dan coaching. Ia berharap serangkaian acara yang digelar tersebut akan meningkatkan literasi pemahaman ekonomi syariah dan semakin banyak orang paham akan pentingnya ekonomi syariah.

“Harapannya, orang semakin aware dan menggunakan produk jasa halal sehingga banyak yang pakai, naik juga penggunaan produk jasa halal,” katanya.

Open chat
1
Halo...
Ada yang bisa dibantu?