Sertifikat Halal Gratis dan Persyaratan Pendaftarannya

Program sehati (Sertifikat Halal Gratis) ditujukan untuk mempercepat pertumbuhan produk halal di Indonesia. Adapun Produk halal adalah produk yang dinyatakan halal sesuai dengan syariat Islam (Pasal 1 ayat 3 PP No.33/2021). Selanjutnya dalam pasal 3 menyebutkan bawa produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di Indonesia wajib bersertifikasi halal.

Produk yang berasal dari bahan yang diharamkan dikecualikan dari kewajiban bersertifikat halal, produk sebagaimana dimaksud wajib diberikan keterangan tidak halal. Penahapan pertama dimulai dengan mewajibkan seluruh produk makanan, minuman, dan jasa penyembelihan untuk bersertifikat halal sampai dengan 17 Oktober 2024 (Pasal 140 PP No.39/2021). Sejauh ini produk makanan dan minuman didominasi oleh UMK dan memberikan kontribusi bagi perekonomian di Indonesia

Pemberian program sehati didasarkan pada self declare (ikrar halal) yang dilakukan oleh pelaku UMK mengacu pada ketentuan pasal 79 dan 81 PP No.39/2021. Legal system di Indonesia yang mengatur self declare tidak mengacu pada UU No.33/2014, melainkan adanya perubahan pasal dalam UU No.11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja.

Pasal 4A menunjukkan pengecualian UMK dapat secara sendiri mengumkan kehalalan produknya melalui ikrar halal. Kewajiban sertifikasi halal pelaku UKM berdasarlan pasal 4A UU Cipta Kerja tidak berlaku absolut bagi seluruh pelaku usaha, terdapat pengecualian bagi pelaku UMK dengan menggunakan jalan self declare (Musataklima, 2021).

Pengecualian tersebut berupa pembebasan biaya yang diberikan secara gratis dalam program sehati bagi pelaku UMK yang memenuhi kriteria yang diatur dalam PMA No. 20 Tahun 2021 Tentang Sertifikasi Halal Bagi Pelaku Usaha Mikro dan Kecil. Adapun syarat-syarat pendaftaran Sehati 2023 mengacu kepada Keputusan Kepala BPJPH (Kepkaban) Nomor 150 tahun 2022, sebagai berikut:

1. produk tidak berisiko atau menggunakan bahan yang sudah dipastikan kehalalannya;

2. proses produksi yang dipastikan kehalalannya dan sederhana;

3. memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB);

4. memiliki hasil penjualan tahunan (omset) maksimal Rp500 juta yang dibuktikan dengan pernyataan mandiri;

5. memiliki lokasi, tempat, dan alat Proses Produk Halal (PPH) yang terpisah dengan lokasi, tempat dan alat proses produk tidak halal;

6. memiliki atau tidak memiliki surat izin edar (PIRT/MD/UMOT/UKOT), Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS) untuk produk makanan/minuman dengan daya simpan kurang dari 7 (tujuh) hari, atau izin industri lainnya atas produk yang dihasilkan dari dinas/instansi terkait;

7. produk yang dihasilkan berupa barang sebagaimana rincian jenis produk dalam lampiran keputusan ini;

8. bahan yang digunakan sudah dipastikan kehalalannya;

9. tidak menggunakan bahan berbahaya;

10. telah diverifikasi kehalalannya oleh pendamping proses produk halal;

11. jenis produk/kelompok produk yang disertifikasi halal tidak mengandung unsur hewan hasil sembelihan, kecuali berasal dari produsen atau rumah potong hewan/rumah potong unggas yang sudah bersertifikat halal;

12. menggunakan peralatan produksi dengan teknologi sederhana atau dilakukan secara manual dan/atau semi otomatis (usaha rumahan bukan usaha pabrik);

13. proses pengawetan produk sederhana dan tidak menggunakan kombinasi lebih dari satu metode pengawetan;

14. bersedia melengkapi dokumen pengajuan sertifikasi halal dengan mekanisme pernyataan mandiri secara online melalui SIHALAL.

Open chat
1
Halo...
Ada yang bisa dibantu?