Jakarta- (11/01/2023) Realisasi target sertifikasi halal sepanjang 2022 jauh dari yang direncanakan. Majelis Ulama Indonesia (MUI) mencatat pada 2022 hanya menggelar sidang penetapan halal untuk 105.326 laporan atau usulan pelaku usaha lewat sistem SiHalal yang diselenggarakan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH).
Hal di atas, berbanding jauh dari target Kementerian Agama (Kemenag) yang ingin mencapai 10 juta sertifikasi halal hingga 2024. Oleh karenanya, MUI menepis tudingan sebagai biang keladi minimnya sertifikasi halal pada 2022. Sebagaimana yang diungkap KH. Asrorun Ni’am Sholeh.
”Ironisnya, yang disasar adalah MUI. Dianggap sebagai salah satu faktor penghambat,” kata Ketua MUI Bidang Fatwa Asrorun Niam Sholeh di Jakarta kemarin (9/1).
Dia menjelaskan, MUI hanya menyidangkan usulan atau permohonan fatwa halal yang masuk. Lembaga itu tidak bisa asal-asalan menyidangkan permohonan fatwa halal tanpa melalui prosedur yang berlaku. Ketentuan yang berlaku saat ini, pintu masuk permohonan sertifikasi halal ada pada Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kemenag.
Asrorun mengatakan, jumlah 105.326 laporan tersebut sesuai dengan usulan atau permohonan sertifikasi halal yang masuk. Karena itu, MUI tidak memiliki utang atau tanggungan permohonan sertifikasi halal untuk periode 2022. Tahun ini pihaknya menargetkan mengeluarkan fatwa halal untuk satu juta permohonan pelaku usaha.
Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah juga mengakui, sesungguhnya kapasitas sidang fatwa halal MUI cukup besar. Dalam satu tahun bisa menghasilkan fatwa halal untuk 5 juta lebih permohonan atau produk. Itu belum termasuk di MUI provinsi sebanyak 30 juta permohonan dan MUI kabupaten/kota sebanyak 72 juta permohonan. Asrorun menegaskan, sidang komisi fatwa untuk menetapkan halal juga bisa digelar di MUI provinsi dan kota/kabupaten.
Asrorun mengatakan, tahun ini BPJPH Kemenag menargetkan satu juta sertifikasi halal. MUI mendukung target tersebut. Dia lalu menegaskan, pada 2022 kmrin kapasitas sidang fatwa MUI baru terpakai 20 persen. Untuk itu, dia berharap alur dan ekosistem jaminan produk halal terus diperbaiki. ”Menyelesaikan masalah dari akarnya sehingga tepat sasaran,” tegasnya.
Kemudian, perlu mengoptimalkan sosialisasi kepada pelaku usaha. Yakni, tentang wajibnya sertifikasi halal bagi produk pangan. Selain itu, perlu ada upaya persuasi dari perusahaan-perusahaan kategori besar terlebih dahulu. Bukan sebaliknya, melakukan persuasi kepada pelaku atau produsen usaha yang kecil-kecil dan zero risk.