Atensi masyarakat terutama para pelaku usaha terkait sertifikat halal dalam satu tahun terakhir terus meningkat. Memang Pemerintah RI, terutama BPJPH (Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal) sepanjang tahun 2022 masif mengkampanyekan pentingnya mengajuakan sertifikasi halal. Apalagi sebagaimana amanat UUJPH Pasal 4 (Undang-Undang Jaminan Produk Halal) yang mewajibkan semua produk yang beredar dan diperdagangkan di Indoensia ini memberikan efek yang begitu besar.
Kewajiban di atas artinya menyasar pula kepada Pelaku Usaha Mikro dan Kecil (UMK) di seluruh Indonesia. Untuk Pelaku Usaha Mikro dan Kecil, kewajiban bersertifikat halal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 didasarkan atas pernyataan pelaku usaha Mikro dan Kecil yang standar halalnya yang ditetapkan oleh BPJPH. Maka kemudian BPJPH membuka jalur Self Declare untuk mengakomodir pengajuan sertifikasi halal UMK dengan tanpa biaya.
Betapapun jalur Self Declare ini sudah dibuka sepuluh bulan lalu dan sifatnya ‘mempermudah’, ternyata di lapangan menghadapai beberapa persoalan, khususnya bagi Pelaku Usaha di banyak wilayah pinggiran dan pedesaan. Berikut 5 persoalan yang dihadapi UMK pinggiran dan pedesaan mengajukan sertifikasi halal yakni:
- Dilihat dari aspek pengetahuan dan informasi, bentuk persoalan yang dihadapi oleh Pelaku Usaha Mikro dan Kecil (UMK) antara lain kurang dan terputusnya sosialisasi tentang kewajiban sertifikasi halal baik yang dilakukan oleh Pemerintah ataupun pihak terkait sehingga informasi belum sampai pada Pelaku UMK yang berada di banyak wilayah pinggiran atau pedesaan.
- Dilihat dari aspek aksesibilitas, persoalan yang dihadapi oleh Pelaku Usaha Mikro dan Kecil (UMK) adalah habit atau kebiasaan pengurusan administrasi secara manual dan keterbatasan penggunaan teknologi informasi juga menjadi hambatan proses pengurusan sertifikasi halal secara online.
- Dilihat dari ketersediaan fasilitas dan kelengkapan dokumen, persoalan yang dihadapi oleh Pelaku Usaha Mikro dan Kecil (UMK) adalah belum memadainya fasilitas, saranan dan prasarana yang dimiliki sehingga untuk syarat proses produksi secara halal masih terbatas. Di sisi lain, Pelaku Usaha juga banyak yang belum memiliki dokumen sebagai aspek legal dasar sebagai syarat utama pengurusan sertifikasi halal, seperti Nomor Induk Berusaha (NIB) NPWP dan lainnya.
- Dilihat dari aspek mindset Pelaku Usaha Mikro dan Kecil (UMK), bagi Pelaku Usaha kewajiban sertifikasi halal hanya diperuntukkan bagi usaha dengan berpenghasilan besar. Hal ini menyebabkan apatis dan pasif dari Pelaku Usaha tentang sertifikasi halal. Di sisi lain, ketergantungan dengan himbauan dari Pemerintah Desa menyebabkan mereka tidak mandiri dan proaktif, dan menganggap bahwa sertifikasi halal belum dirasa penting.
- Belum tersedianya Pendamping PPPH secara merata di seluruh Indonesia. Fakta inilah yang membuat para UMK merasa kesulitan dalam mengajukan sertifikasi halal jika di daerahnya tidak ada Pendamping PPH. Jumlah Pendamping PPH memang diseluruh Indonesia sudah mencapai 21 ribuan. Namun yang aktif melakukan pendampingan di tahun lalu tak sampai setengah dari jumlah tersebut. Oleh karenanya jumlah Pendamping PPH saat ini tidak proposional jika dihadapkan pada jumlah UMK di Indonesia yang sebanyak 50 jutaan.
3 Rekomendasi Urai Persoalan
Selanjutnya, berangkat dari 5 persoalan yang dihadapi UMK pinggiran dan pedesaan mengajukan sertifikasi halal, maka lewat tulisan ini, muncul beberapa rekomendasi untuk mengurai dan menghilangkan persoalan-persoalan di atas. Berikut 3 rekomendasinya antara lain:
1 Perlunya kontribusi dan sinergi berbagai pihak baik dari Pemerintah Desa, organisasi kemasyarakata, LSM, Perguruan Tinggi untuk memberikan pendampingan bagi Pelaku UMK di wilayah pedesaan atau pinggiran dalam meningkatkan kesadaran pentingnya perizinan usaha terutama sertifikasi halal.
2 Perlunya kontribusi dari Lembaga Pemerintah, Lembaga Keuangan, Lembaga Ekonomi Ummat, bahkan dari berbagai perusahaan besar untuk bersinergi memberikan dukungan pendanaan sehingga sertifikasi halal gratis bisa lebih banyak diberikan kepada Pelaku UMK di wilayah pedesaan dan pinggiran yang mengalami banyak keterbatasan.
3 BPJPH dan Lembaga Pendampingan harus terus meningkatkan kinerjanya, khususnya yang berkaitan dengan penambahan jumlah Pendamping PPH lewat pelatihan agar jumlahnya proporsional dan individunya berperan aktif serta kompeten.